BLT Minyak Goreng: Ketika Kekalahan Negara Dianggap Normal
JAKARTA, BELASTING – Kebijakan Presiden Joko Widodo memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) minyak goreng sebesar Rp300 ribu rupiah per keluarga di satu sisi memang layak diapresiasi.
Sebab BLT itu akan meringankan beban rakyat miskin.
Kebijakan itu diumumkan Jokowi pada Jumat, 1 April 2022 lalu.
“Untuk meringankan beban masyarakat, pemerintah akan memberikan BLT minyak goreng. Bantuan itu akan diberikan kepada 20,5 juta keluarga yang termasuk dalam daftar Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH),” kata Jokowi, Jumat (1/3/2022).
“Juga untuk 2,5 juta Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan makanan gorengan,” tambahnya.
Total dana yang dialokasikan untuk BLT jenis baru ini sebesar Rp6,9 triliun.
Namun program ini juga menuai banyak kritik dari pengamat.
Bukan karena program BLT minyak goreng itu buruk, melainkan karena cara pemerintah menyelesaikan masalah harga minyak goreng mengesankan bahwa pemerintah menganggap normal ketika negara kalah oleh pengusaha.
Normalisasi kekalahan negara
Direktur Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, mengatakan bahwa BLT sebenarnya program yang baik.
Hanya menurutnya, masalah minyak goreng adalah kegagalan pemerintah dalam melakukan pengendalian harga atau price control.
“Masalah utamanya itu tata kelola, dominasi perusahaan minyak goreng yang mengatur harga, maraknya penimbunan, itu tidak bisa diselesaikan dengan BLT,” katanya, Ahad (3/3/2022).
Menurut Bhima, dengan pemberian BLT ini, terkesan pemerintah melakukan normalisasi atas kekalahannya mengendalikan harga.
“Seakan jadi normalisasi, ya sudah terima saja harga-harga minyak goreng naik, kemudian pemerintah akan beri bantuan,” tambahnya.
Pendapat kurang lebih senada disampaikan Jamiluddin Ritongan, pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul.
Menurutnya, solusi BLT tidak menyentuh akar permasalahan minyak goreng, yaitu perdagangan minyak goreng yang dikendalikan oleh para mafia.
Dia menegaskan program BLT Minyak Goreng seharusnya tidak perlu ada bila pemerintah mampu menyelesaikan akar masalah perdagangan minyak goreng.
“Ini [BLT] karena pemerintah sudah tidak mampu mengendalikan pasokan dan harga minyak goreng, sudah kalah dengan mafia,” katanya, Senin (4/3/2022).
HET Minyak Gorang Curah tidak ditegakkan
Sisi lain yang juga disoroti para pengamat adalah Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng curah, yang ditetapkan Rp14 ribu per liter.
Sekadar catatan, pemerintah memang melepas harga minyak goreng kemasan ke pasar.
Namun pemerintah tidak melepas harga minyak goreng curah. HET minyak goreng curah tidak dicabut.
Tapi bagaimana implementasinya?
Menurut Taufik Ahmad, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef), saat ini minyak goreng curah juga masih langka.
Taufik menjelaskan bahwa berdasarkan Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan, harga rata-rata minyak goreng curah secara nasional per 1 April 2022 berkisar Rp18.400 per liter.
"Karena langka, harganya pun bisa dipermainkan sehingga tidak terkontrol," jelasnya.
Dalam catatan Belasting, di beberapa daerah, harga minyak goreng curah kini bahkan mencapai Rp23 ribu per liter.
Di pasar tradisional Bandar Lampung, misalnya, per Senin kemarin (4/4/2022), harga minyak goreng curah sudah mencapai Rp23 ribu hingga Rp25 ribu per liter.
Ini karena kelangkaan yang sudah terjadi sejak 2 pekan terakhir.
Kepala Dinas Perdagangan Bandar Lampung, Wilson Faisol, mengatakan kalau kelangkaan minyak goreng curah di Bandar Lampung karena permintaan tinggi, sementara pasokan rendah.
“Masih banyak permintaan daripada supplier yang masuk,”katanya, Selasa (5/4/2022).
Tauhid mengatakan solusi BLT tidak menjawab persoalan yang terjadi saat ini.
“BLT tidak cukup menambah daya beli masyarakat sepanjang minyak goreng curah masih langka,” katanya. (bsf)
KOMENTAR
Silahkan berikan komentar dengan baikTulis Komentar Anda :
TERPOPULER
-
PERLINDUNGAN KONSUMEN
Berlaku Curang, Tiga Pompa SPBU di Jalur Mudik Kena Segel
-
PABRIK COREBOARD PAPER
Indonesia Royal Kantongi Izin Fasilitas Kawasan Berikat