SINGLE IDENTITY NUMBER

SIN Pajak adalah Counter Sistem Self-Assessment

SIN Pajak bisa mengatasi kelemahan sistem Self Assesssment.

By | Sabtu, 03 Juni 2023 20:35 WIB

NPWP (Foto ilustrasi/ist)
NPWP (Foto ilustrasi/ist)

JAKARTA, BELASTING—Kehadiran Single Identity Number (SIN) pajak dapat berfungsi sebagai counter dari sistem pemungutan pajak Self-Assessment yang diterapkan Indonesia saat ini.

Ini disampaikan mantan Dirjen Pajak, Hadi Poernomo, dalam Webinar bertajuk "Menuju Single Identification Number: Penggunaan NIK sebagai NPWP (Cukupkah)?", pada Sabtu (3/6/2023).

“SIN merupakan counter dari self-assessment, karena self-assessment sampai sekarang tidak bisa menguji benarkah jumlah SPT, lengkap kah item-item di SPT, jelaskah sumber keuangan di SPT. Itu belum bisa,” katanya.




Hadi menjelaskan SIN pajak merupakan bank data perpajakan yang memuat seluruh data dan informasi finansial dan non finansial wajib pajak.

Dalam hal ini SIN pajak dapat menjadi data pembanding bagi otoritas pajak. Utamanya, untuk mengimbangi kepercayaan yang diberikan ke wajib pajak untuk menghitung dan melaporkan pajak sendiri kekayaannya.

“Kalau terdapat perbedaan [data], maka kita panggil dia [wajib pajak], kita imbau. Kalau dia betulkan, berarti selesai, kalau tidak ya kita audit, laksanakan fungsi pengawasan,” terang Hadi.



Sekadar catatan, sistem self-assessment adalah sistem di mana wajib pajak menghitung sendiri kewajiban perpajakannya.

Indonesia menganut sistem ini, terlihat dari waiib pajaklah yang mengisi sendiri SPT mereka.

Sistem self-assessment sering diperlawankan dengan official asssessment. Dalam sistem official assessment, kewajiban perpajakan tidak dihitung sendiri oleh wajib pajak, melainkan dihitung oleh aparat.

Aparat yang akan menghitung kekayaan wajib pajak, lalu mengisi SPT wajib pajak tersebut.

Baik sistem self-assessment maupun official assessment memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing.

Salah satu kelemahan utama sistem self-assessment adalah wajib pajak bisa berbohong dan menyembunyikan jumlah kekayaan mereka, hingga membayar paajak lebih rendah.

Menurut Hadi, di sinilah pentingnya SIN Pajak, karena ia berfungsi sebagai data pembanding.

“Jadi kalau terdapat perbedaan [data], maka kita panggil dia [wajib pajak], kita imbau. Kalau dia betulkan, berarti selesai, kalau tidak ya kita audit, laksanakan fungsi pengawasan,” terang Hadi.

Hadi juga mengibaratkan SIN Pajak sebagai CCTV Negara.

Dengan SIN pajak, semua institusi negara wajib menyambungkan sistemnya ke DJP, serta menyerahkan data keuangan untuk kepentingan perpajakan, hingga semua pihak dituntut untuk bersikap jujur dan transparan.

“Bank data perpajakan nasional meripakan prasyarat utama bagi pencapaian penerimaan pajak, peningkatan tax ratio, pencegahan korupsi, dan mewujudkan Indonesia sejahtera,” kata Hadi.

Dalam catatan Belasting, ini memang bukan pertama kalinya Hadi menegaskan bahwa SIN Pajak sangat mendesak bagi reformasi perpajakan.

Ilustrasi sederhana untuk memahami peran betapa pentingnya SIN Pajak kurang lebih sebagai berikut.

Seorang wajib pajak membayar PPh dengan tarif 5% karena melaporkan di SPT hanya memiliki penghasilan sebesar Rp60 juta per tahun atau setara Rp5 juta per bulan.

Petugas pajak melalui SIN Pajak lalu mengecek data keuangan wajib pajak bersangkutan, misalnya pembayaran rekening listrik, dan menemukan dia membayar rekening listrik rata-rata Rp3 juta per bulan.

Petugas tersebut pun bisa menegur wajib pajak. "Anda jangan bohong di SPT, Kami punya data, bayar listrik aja Rp3 juta per bulan kok mengaku penghasilan hanya Rp5 juta per bulan. Bisa kena pidana."

SPT pun dikoreksi hingga mencerminkan kekayaan sebenarnya si wajib pajak, dan penerimaan negara pun makin besar. (bsf)



KOMENTAR

Silahkan berikan komentar dengan baik

Tulis Komentar Anda :