PENEGAKAN HUKUM PERPAJAKAN

Wilayah Perbatasan di Kalbar Jadi Titik Rawan Penyelundupan Pakaian Bekas

Jalur darat juga jadi sarana penyelendupan barang tekstil ilegal

By | Jum'at, 17 Maret 2023 15:47 WIB

ilustrasi (foto: Belasting)
ilustrasi (foto: Belasting)

JAKARTA, BELASTING— Wilayah perbatasan Indonesia di Provinsi Kalimantan Barat menjadi salah satu wilayah rawan kegiatan penyelundupan pakaian bekas.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea dan Cukai, Nirwala Dwi Heryanto mengatakan modus yang kerap dipakai pelaku adalah menyembunyikan pakaian bekas dalam barang pelintas batas. Titik risiko penyelendupan di Kalbar antara lain pada wilayah Jagoi Babang, Sintete, dan Entikong.

“Titik rawan pemasukan pakaian bekas antara lain di perbatasan Kalimantan, terutama di Kalimantan Barat seperti Jagoi Babang, Sintete, Entikong dengan modus barang bawaan penumpang, atau menggunakan jalur-jalur kecil lewat hutan yang sulit terdeteksi petugas,” ujarnya, Jumat (17/3/2023).




Sebagai informasi, pelintas batas adalah penduduk yang tinggal dalam wilayah perbatasan negara. Pelintas batas memiliki identitas tersendiri untuk melakukan perjalanan lintas batas di daerah perbatasan. Sementara barang pelintas batas adalah barang yang dibawa oleh pelintas batas.

Nirwala juga menyampaikan titik rawan lainnya yang kerap dijadikan tempat penyelundupan pakaian bekas. Itu mencakup pesisir timur Sumatra, Batam, dan Kepulauan Riau.

Dia menerangkan pelaku menyelundupkan baju impor bekas melalui pelabuhan tidak resmi. Baju bekas itu pun disembunyikan pada barang lain dan tidak dideklarasikan dalam dokumen pabean (undeclared).



Nirwala melaporkan sepanjang 2022 Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) melakukan 234 penindakan terhadap impor pakaian bekas ilegal. Penindakan dilakukan via laut dan darat dengan perkiraan nilai barang sejumlah Rp24,21 miliar.

Dia menuturkan jumlah dan nilai barang hasil penindakan mengalami lonjakan dibandingkan tahun sebelumnya. Di 2021, DJBC melakukan 165 penindakan dengan nilai pakaian bekas yang ditegah sejumlah Rp17,42 miliar. Sementara, di 2020 ada 169 penindakan dengan nilai barang Rp10,37 miliar.

Sejalan dengan itu, Nirwala menyampaikan DJBC akan terus menjalani fungsi pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggar. Untuk itu, Bea dan Cukai menjalin sinergi dan koordinasi dengan aparat penegak hukum terkait, seperi Polairud, KPLP, Bakamla, TNI AL.

“Permasalahan importasi pakaian bekas illegal ini bukan menjadi tanggung jawab satu instansi saja, diperlukan sinergi antar instansi untuk menyelesaikan masalah ini dari hulu ke hilir,” kata Nirwala. (das)



KOMENTAR

Silahkan berikan komentar dengan baik

Tulis Komentar Anda :