DMO BATU BARA

Perusahaan Batu Bara Mulai Nakal Langgar DMO, Pasokan ke PLN Kembali Seret

Ancaman krisis batu bara kembali muncul.

By | Rabu, 10 Agustus 2022 10:39 WIB

Tambang batu bara (Foto ilustrasi/istimewa).
Tambang batu bara (Foto ilustrasi/istimewa).

JAKARTA, BELASTING – Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) Darmawan Prasodjo mulai mengeluhkan sulitnya mendapatkan pasokan batu bara untuk pembangkit listrik untuk semester II-2022.

Ini disampaikan Darmawan dalam rapat dengan Komisi VII DPR, Selasa (9/8/2022).

Seretnya pasokan ini karena perusahaan batu bara mulai tidak mematuhi kewajiban penjualan dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 25%.




Darmawan menjelaskan, Kementerian ESDM sebenarnya telah memberikan penugasan tambahan alokasi DMO batu bara ke PLN sebesar 31,8 juta metrik ton (mt) untuk periode Januari-Juli 2022.

Namun dari alokasi 31,8 juta mt tersebut, riil batu bara yang didapat PLN hanya 45% atau setara 14,3 juta mt.

“Bila kondisi ini dibiarkan berlarut-larut, maka kondisi yang tadinya aman bisa bergeser jadi krisis kembali,” kata Darmawan.



Sementara itu Menteri ESDM, Arifin Tasrif, yang juga menghadiri rapat kerja tersebut, mengatakan ini karena disparitas harga yang sangat tinggi antara harga batu bara domestik dan harga internasional.

Di dalam negeri, harga DMO batu bara untuk PLN sebesar US$70 per ton, sedangkan untuk kebutuhan non-listrik sebesar US$90 per ton.

Sebaliknya harga internasional batu bara berdasarkan indeks Platt’s maupun NEX pada Juli 2022 sebesar US$194-403 per ton. Sedangkan harga batu bara acuan (HBA) Indonesia sebesar US$319 per ton.

Bila dibandingkan dengan harga DMO batu bara untuk listrik sebesar US$70 per ton, maka HBA Indonesia lebih mahal 455% atau 4,5 kali lipat.

Tidak heran bila pengusaha batu bara lebih memilih ekspor daripada menjual di dalam negeri.

“Ada kecenderungan [perusahaan batu bara lokal] menghindari kontrak dengan industri dalam negeri,” kata Arifin.

Arifin bahkan menjelaskan perusahaan batu bara lebih rela membayar denda berupa biaya kompensasi karena tidak mematuhi DMO.

Sebab, keuntungan dari ekspor jauh lebih besar meski harus bayar denda dibanding menjual di dalam negeri. Ini antara lain juga karena tarif denda yang kecil.

Untuk mencegah krisis batu bara kembali terulang seperti awal 2022 lalu, Arifin menjelaskan kini ESDM sudah memblokir ekspor 48 perusahaan batu bara. (bsf)



KOMENTAR

Silahkan berikan komentar dengan baik

Tulis Komentar Anda :