Langkah Nyata Transisi Energi Indonesia versi Menkeu Sri Mulyani
BELASTING, Jakarta – Indonesia adalah negara yang sangat ambisius mengenai climate action dan terus membuat sederet aksi nyata untuk menggapai target net zero emission 2060 atau lebih cepat.
Hal tersebut disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam acara Berlin Global Dialogue (BGD) 2023, Kamis (28/9). Acara ini mendiskusikan mengenai tantangan untuk menarik partisipasi sektor swasta dalam mewujudkan transisi energi.
BGD 2023 kali ini merupakan kegiatan pertama yang menghadirkan Presiden, Menteri, Akademisi, dan CEO perusahaa internasional, yang secara khusus membahas tentang isu energi dan perubahan iklim serta peluang pembiayaannya.
Acara ini turut dihadiri oleh President of the European Council Charles Michel; Founder and Managing Partner Bertelsmann Asia Investments (BAI) Annabelle Long; President of International for Bank of America, Bernie Mensah; CEO of RWE, Markus Krebber; dan MD and CEO of the Mahindra Group Anish Shah.
“Indonesia adalah negara yang sangat ambisius mengenai climate action dan kami selalu mencoba membuat aksi nyata, seperti peluncuran bursa karbon pertama di Indonesia oleh Presiden Indonesia, dua hari lalu,” kata Menkeu.
Indonesia, kata Menkeu, tengah melakukan berbagai upaya konkret untuk mewujudkan transisi energi yang mungkin belum sempurna, tetapi setidaknya terus mencoba, dan bisa belajar dari apa yang telah dilakukan.
Saat ini, pemerintah Indonesia dengan kapasitas fiskal yang sehat telah menyediakan berbagai perangkat, termasuk regulasi dan dukungan fiskal, agar proses transisi energi hijau dapat direalisasikan.
Pemerintah Indonesia secara proaktif telah melaksanakan berbagai langkah kebijakan guna mendorong partisipasi swasta dalam agenda perubahan iklim global, termasuk memperkenalkan berdirinya pasar karbon pada 2 September 2023.
Proses transisi energi tersebut hendaknya memenuhi aspek adil dan terjangka bagi semua pihak, termasuk bagi perekonomian nasional yang harus tetap terus bertumbuh untuk mencapai posisi sebagai negara maju.
Untuk itu, komitmen dukungan pendanaan dari internasional dan swasta perlu segera direalisasikan.
Menkeu juga menjelaskan bahwa dalam kancah global, khususnya forum G2 tahun lalu, Indonesia telah memperkenalkan Energy Transition Mechanism (ETM) Country Platform sebagai bentuk blended finance menuju transisi energi bersih di Indonesia.
Selain itu, Indonesia sebagai ASEAN Chairman 2023 ini juga telah mengeluarkan ASEAN Green Taxonomy versi 2, yan memasukkan penghentian awal pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) sebagai jenis investasi hijau.
Sebagai negara yang memiliki komitmen tinggi untuk menurunkan emisi, Indonesi memerlukan dukungan pendanaan dari berbagai sumber terutama untuk mendukun transis menuju energi bersih.
Pendanaan yang diperlukan mencapai Rp3.500 triliun atau sekitar US$24 miliar untuk mencapai target penurunan emisi di sektor energi.
Saat ini, berbagai komitmen internasional termasuk dari Climate Investment Fund (CIF) sebesar US$500 juta, dan Just Energy Transition Partnership (JETP) sebesar US$20 miliar belum dapat direalisasikan sepenuhnya.
Menkeu menutup diskusi dengan menyatakan Indonesi akan menjadi model bagi keberhasilan proses transisi energi hijau secara global, dan diperluka dukungan dari pemerintah, internasional, serta swasta.
KOMENTAR
Silahkan berikan komentar dengan baikTulis Komentar Anda :