HUKUM PERPAJAKAN

Belanja Perlengkapan Freeport Indonesia Sesuai Aturan, Hakim Batalkan Koreksi DJP US$16,3 Juta

Sebagian banding Freeport dikabulkan hakim pengadilan pajak

By | Selasa, 31 Januari 2023 10:50 WIB

Sidang pembacaan putusan sengketa PT Freeport Indonesia (foto: Belasting)
Sidang pembacaan putusan sengketa PT Freeport Indonesia (foto: Belasting)

JAKARTA, BELASTING—PT Freeport Indonesia maju ke Pengadilan Pajak untuk mengajukan banding karena tidak terima koreksi yang dilakukan Ditjen Pajak (DJP) terhadap penghasilan neto perusahaan untuk tahun pajak 2016.

Hakim Ketua Majelis I-A Budi Haritjahjono menangani sidang sengketa PPh antara Freeport dan DJP. Hakim Budi mengatakan salah satu pokok sengketa tentang langkah DJP melakukan koreksi terhadap komponen penghasilan neto berupa biaya supplies alias peralatan atau perlengkapan kantor dengan nilai koreksi positif US$16.368.396 atau US$16,3 juta.

Hakim Budi menyebutkan DJP selaku terbanding menyerahkan rincian aktiva atau aset supplies yang dilakukan koreksi. Kemudian PT Freeport selaku pemohon banding pun mengakui rincian aktiva atau aset supplies yang dikoreksi tersebut memiliki masa manfaat lebih dari 12 bulan.




“Bahwa yang menjadi alasan ketidaksetujuan [PT Freeport], nilai aktiva itu tidak material, sehingga pemohon tidak pernah melakukan penyusutan, tetapi langsung melakukan pembebanan sekaligus,” ujarnya dalam sidang, Senin (30/1/2023).

Hakim Budi menerangkan pemohon banding berdalil bahwa dalam lampiran F Kontrak Karya, terdapat frasa 'aktiva berwujud lainnya yang dapat disusutkan menurut prinsip akuntansi yang berlaku umum'.

Pemohon banding menyampaikan frasa tersebut sesuai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.16. Di mana penyusutan tidak wajib diterapkan untuk unsur yang tidak material.



Dalam kasus ini, pemohon banding menilai biaya supplies tidak bersifat material. Meski memiliki masa manfaat lebih dari 12 bulan, aktiva atau aset supplies perusahaan tidak bersifat material, sehingga perusahaan merasa tidak pas jika dilakukan koreksi.

Sejalan dengan itu, Majelis Hakim menilai untuk menentukan jenis aktiva yang dapat disusutkan perlu mengikuti prinsip akuntansi umum. Menurut majelis, itu dilakukan dengan berpatokan pada Lampiran F Kontrak Karya.

Majelis juga berpendapat bahwa supplies atau peralatan dan perlengkapan kantor memiliki karakteristik yang berbeda dengan aktiva tetap. Hakim Budi menjelaskan aktiva tetap memiliki masa manfaat lebih dari 12 bulan.

Oleh karena itu, majelis mengemukakan lebih tepat berpedoman pada standar akuntansi yang berlaku umum sesuai kebijakan perusahaan. Tujuannya untuk mencapai konsistensi dalam memperlakukan aktiva tersebut pada pembukuan perusahaan.

Namun majelis memberikan catatan, pemakaian standar akuntasi umum sesuai kebijakan perusahaan dilakukan sejalan dengan adanya persetujuan auditor independen. Hakim Budi menyampaikan pada faktanya, pembukuan perusahaan telah diaudit oleh Kantor Akuntansi Publik (KAP).

Hakim Budi menerangkan pembukuan PT Freeport Indonesia telah memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP) setelah diaudit kantor akuntan publik. Oleh karena itu, majelis meyakini koreksi DJP terhadap biaya supplies harus dianulir.

“Menurut majelis dengan demikian berdasarkan bukti dan fakta terbanding maupun pemohon banding, koreksi atas biaya supplies sebesar US$16,3 juta harus dibatalkan,” tutup Hakim Budi. (das)



KOMENTAR

Silahkan berikan komentar dengan baik

Tulis Komentar Anda :