KURS JISDOR BI

Wah, Kurs Rupiah Jisdor Menguat 76 Poin ke Rp14.799

Di pasar spot hari ini, rupiah juga ditutup menguat 0,71% atau 105 poin ke Rp14.765 per dolar AS.

By | Kamis, 11 Agustus 2022 17:46 WIB

ilustrasi
ilustrasi

JAKARTA, BELASTING—Kurs rupiah JISDOR (Jakarta Interbank Spot Dollar Rate) terhadap dolar Amerika Serikat (AS), Kamis (11/8/2022), menguat 76 poin menjadi Rp14.799.

Sebelumnya, Rabu (10/8/2022), kurs Bank Indonesia (BI) atau kurs rupiah JISDOR terhadap dolar AS berada pada level Rp14.875.

Di pasar spot penutupan hari ini, Kamis (11/8/2022), rupiah juga ditutup menguat 0,71% atau 105 poin sehingga berada di posisi Rp14.765 per dolar AS.




Sementara itu, indeks dolar AS, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama, pada pukul 15.10 WIB terpantau melemah 0,21% atau 0,022 poin ke level 104,97.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyebutkan rupiah menguat lantaran inflasi Amerika Serikat (AS) tidak berubah pada Juli dibanding Juni ketika harga naik 1,3%.

Harga Juli lebih rendah dari ekspektasi karena penurunan tajam dalam biaya bensin sehingga menimbulkan pasar memposisikan ulang selagi berharap inflasi memuncak.



Ibrahim menyebut investor berharap Federal Reserve tidak perlu mempertahankan kenaikan suku bunga yang curam jika kenaikan harga mencapai puncak.

Hal ini karena suku bunga telah mendukung dolar. Kabar tersebut membuat saham AS dan obligasi jangka pendek menguat.

Hal ini juga mendorong Nasdaq lebih dari 20% di atas level terendah pada Juni. Adapun imbal hasil treasury 2 tahun juga menurun menjadi 3,21% atau 7 poin lebih rendah dari penutupan sebelumnya.

"Pasar memperkirakan peluang 57,5% dari kenaikan suku bunga 50 basis poin pada pertemuan Fed berikutnya, menurut alat Fedwatch CME, meskipun kenaikan 75 basis poin lainnya tetap mungkin," ujar Ibrahim.

Pada Juli inflasi AS turun menjadi 8,5%, tetapi angka tersebut masih mendekati level tertinggi selama beberapa dekade. Turunnya kenaikan harga di AS pada Juli juga disebabkan menurunnya harga gas.

Tingkat inflasi tahunan lantas turun menjadi 8,5% mendekati level tertinggi multidekade. Namun, angka tersebut tetap lebih rendah dari puncak empat dekade sebesar 9,1% pada Juni lalu.

Turunnya inflasi di AS juga berdampak pada harga minyak mentah dunia karena ketika ekonomi AS meningkat permintaan energi akan naik.

"Jadi wajar saja harga minyak ikut terungkit dan ini merupakan sinyal negatif terutama bagi Indonesia, karena harga bahan bakar minyak (BBM) akan ikut melonjak," kata Ibrahim.

Ia menyebut infasi AS yang melandai merupakan sinyal bagi AS untuk mulai melangkah melewati masa sulit. Hal ini kekhawatiran akan terjadinya resesi mulai menurun sehingga permintaan energi meningkat.

Melambatnya laju inflasi juga membuat pasar semakin yakin bahwa The Fed akan mengerem laju pengetatan moneter, Hal ini lantaran kenaikan suku bunga acuan yang agresif dilakukan dengan jargon memerangi inflasi.

Seiring dengan inflasi AS yang rendah, The Fed dinilai dapat mengerem laju pengetatan moneter. Hal ini kian memperkuat sinyal Bank Indonesia (BI) tetap menahan suku bunga acuan karena inflasi juga masih terjaga.

"Membuat daya beli masyarakat tetap stabil dan ekonomi nasional bisa to the moon. Ini bukti fundamental ekonomi stabil dan berimbas terhadap menguatnya mata uang rupiah," ujar Ibrahim.

Adapun untuk perdagangan besok, Jumat (10/8/2022), Ibrahim memperkirakan rupiah akan dibuka fluktuatif, tetapi ditutup menguat Rp14.740-Rp14.790 per dolar AS. Berikut kurs jisdor BI periode 11 Juli - 22 Juli 2022:

No Tanggal Kurs
1 11 Agustus 2022 Rp14.799,00
2 10 Agustus 2022 Rp14.875,00
3 9 Agustus 2022 Rp14.862,00
4 8 Agustus 2022 Rp14.915,00
5 5 Agustus 2022 Rp14.904,00
6 4 Agustus 2022 Rp14.929,00
7 3 Agustus 2022 Rp14.917,00
8 2 Agustus 2022 Rp14.888,00
9 1 Agustus 2022 Rp14.874,00
10 29 Juli 2022 Rp14.860,00

Gubernur BI Perry Warjiyo sebelumnya mengatakan tahun 2022 ini Bank Indonesia akan melakukan triple intervention guna mengantisipasi normalisasi kebijakan moneter global.

“BI juga akan melalukan penyerapan likuiditas secara bertahap dengan mempertimbangkan kredit perbankan dan penerbitan SBN pemerintah,” katanya. (Isa)



KOMENTAR

Silahkan berikan komentar dengan baik

Tulis Komentar Anda :