HUKUM PERPAJAKAN

Apa Itu Hakim Doleansi?

Skema quasi peradilan jadi pintu masuk pertama selesaikan sengketa antara wp dan fiskus

By | Jum'at, 03 Maret 2023 18:00 WIB

ilustrasi (foto: Belasting)
ilustrasi (foto: Belasting)

JAKARTA,BELASTING - Peradilan semu atau quasi peradilan menjadi bagian dari upaya penyelesaian sengketa antara wajib pajak dan otoritas.

Tugas tersebut dijalankan oleh Hakim Doleansi yang merupakan pejabat pajak yang ditunjuk dan diberikan tugas untuk memutus surat keberatan yang diajukan wajib pajak. Proses itu diatur dalam hukum tata usaha negara sebagai langkah awal penyelesaian sengketa di bidang hukum administratif. Fungsi Hakim Doleansi dijalankan oleh Kanwil DJP.

Fungsi Hakim Doleansi dalam struktur SDM Ditjen Pajak dijalankan oleh Penelaah Keberatan. Memutus keberatan wajib pajak merupakan upaya tingkat I yang saat ini masih menjadi kewenangan fiskus atau DJP.




Basis hukum pelaksanaan peradilan semu dalam ranah administrasi diatur dalam Pasal 48 UU No.5/1986 tentang PTUN. Pasal tersebut tidak mengalami perubahan dalam 2 kesempatan amandemen melalui UU No.9/2004 dan UU No.51/2009.

Y. Sri Pudyatmoko dalam buku  Pengadilan dan Penyelesaian Sengketa di Bidang Pajak mencantumkan Pasal 48 ayat (1) dan ayat (2) mengatur pemberian kewenangan kepada badan atau pejabat tata usaha negara untuk menyelesaikan sengketa administratif TUN tertentu. Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa jika seluruh upaya administrasi telah digunakan.

Frasa Upaya Administrasi dijelaskan sebagai suatu prosedur yang dapat ditempuh oleh seseorang atau badan hukum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu keputusan TUN. Prosedur tersebut dilaksanakan di lingkungan pemerintahan sendiri dan terdiri atas dua bentuk. Dalam hal penyelesaiannya itu harus dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain dari yang mengeluarkan keputusan yang bersangkutan, maka prosedur tersebut dinamakan banding administratif.



Penerapan peradilan semu dengan Hakim Doleansi di bidang perpajakan kemudian diatur dalam Pasal 25 dan Pasal 26 UU KUP. Kedua pasal tersebut mengatur implementasi keberatan dan banding.

Melalui kedua pasal tersebut diatur Dirjen Pajak memiliki waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.

Jika jangka waktu terlampaui dan Dirjen Pajak tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan dianggap diterima. Hal tersebut menjadi upaya penyelesaian dalam tingkat pertama sengketa antara wajib pajak dan pemeriksa.

Hasilnya bisa membuat sengketa pajak selesai dengan hasil keputusan keberatan diterima oleh pemeriksa dan wajib pajak atau tidak mencapai konsensus hingga harus berlanjut di Pengadilan Pajak. (das)



KOMENTAR

Silahkan berikan komentar dengan baik

Tulis Komentar Anda :