"Harusnya Nanti Hasil Rekomendasi BPK sebagai Bahan Evaluasi ke Depan"
DIRJEN Pajak Suryo Utomo tak punya pilihan kata lain kecuali menindaklanjuti rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam hasil audit menyangkut lembaga yang dipimpinnya, seperti tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I/2022.
Paling tidak ada dua hasil audit terhadap Ditjen Pajak (DJP) dalam IHPS tersebut. Pertama, pengelolaan insentif Pemulihan Ekonomi Nasional Rp15,31 triliun yang tidak memadai. Kedua, absennya pelaporan akrual hak dan kewajiban negara masing-masing Rp11,11 triliun dan Rp21,83 triliun, serta piutang daluwarsa Rp710,15 miliar.
Setiap pejabat negara, termasuk Dirjen Pajak, memang wajib menindaklanjuti rekomendasi yang disampaikan BPK dalam setiap auditnya. Ada ancaman sanksi bagi pejabat yang tidak menjalankan rekomendasi, baik itu sanksi administratif maupun sanksi pidana.
Sanksi administratif diatur di Pasal 20 UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Adapun sanksi pidana diatur di Pasal 26 UU yang sama. Berikut kutipan utuh bunyi Pasal 20 dan 26 tersebut:
Pasal 20:
(1) Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan.
(2) Pejabat wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan.
(3) Jawaban atau penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima.
(4) BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Pejabat yang diketahui tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.
Pasal 26:
(1) Setiap pemeriksa yang dengan sengaja tidak melaporkan temuan pemeriksaan yang mengandung unsur pidana yang diperolehnya pada waktu melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban untuk menindaklanjuti rekomendasi yang disampaikan dalam laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Namun, apakah Pasal 26 ini terutama, pernah dipakai BPK? Dalam catatan Belasting, BPK sekalipun belum pernah menggunakannya. Padahal, dalam paparan Ketua BPK Isma Yatun saat melaporkan IHPS I/2022 ke DPR (4/10/2022), terungkap sejak 2005-semester I/2022, baru 77,3% rekomendasi yang telah ditindaklanjuti.
Nilai total 660.894 rekomendasi yang disampaikan BPK itu Rp302 triliun. Dari jumlah ini, yang sudah sesuai dengan rekomendasi sebanyak 511.380 rekomendasi (77,3%) senilai Rp148 triliun. Sisanya yang 22,7% belum sesuai dengan rekomendasi (17,1%), belum ditindaklanjuti (4,5%), dan tidak dapat ditindaklanjuti (1,1%).
Apakah kini sudah tiba saatnya bagi BPK untuk melakukan penegakan hukum keuangan negara secara lebih ketat dengan menerapkan pasal-pasal pidana ini? Mungkin, sekali tempo perlu. Daripada tidak pernah dipakai sama sekali. (Isa)
KOMENTAR
Silahkan berikan komentar dengan baikTulis Komentar Anda :