KEBIJAKAN PAJAK

Tax Ratio RI Jeblok, Inkonsistensi Penerapan Kebijakan Jadi Penyebabnya

Aturan pada tingkat menteri kerap kali merintangi jalan meningkatkan tax ratio

By | Selasa, 20 September 2022 17:16 WIB

Mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo (tangkapan layar)
Mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo (tangkapan layar)

JAKARTA,BELASTING - Mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo menyampaikan rumus meningkatkan rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) atau tax ratio sangat sederhana.

Hadi Poernomo menjelaskan salah satu penyebab tax ratio Indonesia yang rendah ada inkonsistensi penerapan kebijakan perpajakan. Menurutnya dasar hukum sudah tersedia sebagai alat meningkatkan kinerja penerimaan pajak.

"Dasar hukum pajak Indonesia sudah ada tinggal pada pelaksanaan UU itu yang diduga inkonsisten yang tidak sesuai dengan undang-undang," katanya dalam acara Jaya Suprana Show bertajuk Filsafat Perpajakan Indonesia, Selasa (20/9/2022).




Mantan bos pajak itu menuturkan tax ratio Indonesia sudah mencapai angka 12% pada 2005. Namun, setelah itu kinerja tax ratio konsisten menurun.

Menurutnya, implementasi kebijakan perpajakan yang tidak konsisten menjadi salah satu faktor yang menghambat kenaikan angka tax ratio. Implementasi kebijakan pada level peraturan menteri hingga peraturan dirjen pajak masih tidak konsisten dengan aturan UU.

Setidaknya ada dua kebijakan yang inkonsisten seperti implementasi Pasal 35A UU KUP No.28/2007 terkait dengan hak petugas pajak mengakses data keuangan untuk kepentingan perpajakan. Kemudian Pasal 95 RUU KUP yang dikirim Presiden Joko Widodo kepada DPR pada 2016 yang mengatur kedudukan DJP di bawah kendali presiden. RUU yang kemudian dicabut kembali oleh pemerintah.



"Hasil penelitian kami, ini sederhana [meningkatkan tax ratio] tinggal meluruskan di mana pajak itu seharusnya berdiri. Sesuai RUU KUP 2016 itu di bawah langsung presiden," paparnya.

Menurutnya, dengan kewenangan langsung di bawah presiden, DJP memiliki posisi tawar yang kuat untuk meminta data keuangan dari kementerian lain. Posisi tersebut menjadi sulit saat DJP sebagai institusi eselon I harus berhadapan dengan kementerian/lembaga seperti yang berlaku sekarang.

"Jadi harus diluruskan aturan perundang-undangan agar penerimaan pajak dapat meningkat. Kalau itu terbentuk [DJP di bawah presiden] maka tax ratio akan naik dengan sendirinya dengan DJP bisa melakukan uji kepatuhan dengan data perbankan dan pasar modal," imbuhnya. (das)



KOMENTAR

Silahkan berikan komentar dengan baik

Tulis Komentar Anda :