KINERJA PENERIMAAN PAJAK

Bedah Tax Ratio RI yang Rendah, Ini Penjelasan Hadi Poernomo

Fluktuasi kinerja tax ratio membuat kapasitas fiskal nasional belum optimal

By | Jum'at, 17 Maret 2023 16:32 WIB

Mantan Dirjen Pajak, Hadi Poernomo (tangkapan layar)
Mantan Dirjen Pajak, Hadi Poernomo (tangkapan layar)

JAKARTA, BELASTING— Mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo menyoroti penurunan tax ratio, padahal produk domestik bruto (PDB) kian meningkat tiap tahunnya. Dia menjelaskan seharusnya tax ratio 2022 bisa menyentuh angka 18% terhadap PDB.

Hadi Poernomo juga menyebut terdapat potensi penerimaan pajak yang hilang senilai Rp2.000 triliun akibat rendahnya tax ratio Indonesia. Padahal angka tax ratio sudah bergerak dobel digit pada 2005, di mana angka rasio pajak Indonesia mencapai 12,71%.

Hadi mengatakan tax ratio seharusnya naik konsisten sebesar 0,3% per tahun. Jika 0,3% dikalikan selisih 18 tahun, maka didapatkan kenaikan tax ratio sebesar 5,4%. Dengan begitu perhitungan tax ratio pada tahun fiskal 2005 sebesar 12,71% ditambah kenaikan 5,4%, sehingga sedikitnya tax ratio menyentuh angka 18% pada tahun lalu.




“Ditambah 5,4% menjadi 18% [di 2022]. Dengan PDB Rp20.000 triliun [di 2022], pendapatan pajaknya minimal Rp4.000 triliun, sedangkan sekarang [tax ratio] baru 10%, kalau dikalikan [PDB] Rp20.000 triliun, baru Rp2.000 triliun, sehingga hilang Rp2.000 triliun,” ujarnya, dikutip Jumat (17/3/2023).

Mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali menyayangkan hal tersebut, karena menilai posisi Ditjen Pajak (DJP) era sekarang ini sudah disokong payung hukum perpajakan layaknya negara maju. Itu tercermin dari beleid yang mengatur tentang keterbukaan informasi untuk keperluan penerimaan negara.

Dia menerangkan keterbukaan informasi itu diatur dalam Pasal 35A UU 28/2007. Oleh karena itu, menurut dia seharusnya tax ratio Indonesia tidak beda jauh dengan negara lain yang memiliki payung hukum yang sama.



“Kalau ada dasar hukum yang tentunya sama dengan negara maju lain, seperti Denmark tax ratio bisa 46%, Amerika Serikat 35%, China 28%, tapi kita masih di bawah 10%, baru satu digit,” kata Hadi.

Lebih anehnya lagi, sambung Hadi, pada 2005 tax rasio Indonesia bisa mencapai 12,7% dari total PDB. Padahal 18 tahun silam Indonesia tidak memiliki dasar hukum seperti Pasal 35A UU 28/2007 dan instrumen lainnya untuk mendapatkan akses informasi.

Sejak berlakunya beleid itu, ditambah dengan Perppu 1/2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan, Hadi menilai pemerintah, khususnya DJP, memiliki wewenang luar biasa.

Dengan begitu, lanjut Hadi, data dan infromasi wajib pajak berada dalam genggaman DJP. Menurutnya, hal itu yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk menambah gradual tax ratio Indonesia.

“Andaikata ini benar-benar terjadi, saya kira utang negara harusnya tidak ada karena kekuatan seperti ini kita punya sejak 2008,” tutup Hadi Poernomo. (das)



KOMENTAR

Silahkan berikan komentar dengan baik

Tulis Komentar Anda :