Wamenkeu Pastikan Pajak Karbon Dorong Bursa Karbon

BELASTING, Jakarta - Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara memastikan pajak karbon akan dijadikan instrumen untuk mendorong berjalannya pasar yang memperdagangkan sertifikat emisi karbon.
“Pajak karbon itu kita jadikan satu instrumen supaya pasar karbonnya bisa jalan, supaya instrumen pasar karbonnya bisa jalan," katanya pada acara CIMB Niaga bertajuk Sustainability in Action Opportunities for a Better Tomorrow in Indonesia, Rabu (13/9/2023).
Dia melanjutkan, "Jadi bagaimana? Setting yang mau kita bangun adalah dunia usaha itu harusnya memiliki opsi.”
Opsi yang dimaksud yaitu bahwa dunia usaha dapat memilih untuk mengurangi emisi karbonnya dengan membeli pengurangan emisi di pasar karbon atau membayar pajak kepada pemerintah.
Ruang bagi Indonesia untuk menerapkan pajak karbon itu memang telah terbuka menyusul terbitnya Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Pajak karbon dikenakan atas emisi karbon yang berdampak negatif bagi lingkungan hidup. Subyek pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang membeli barang mengandung karbon atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon.
Di sisi lain, pemerintah juga siap meluncurkan bursa karbon pada akhir September 2023. Otoritas Jasa Keuangan (OJK), institusi yang bertindak sebagai pengawas bursa karbon, menyatakan 99 PLTU berbasis batu bara berpotensi ikut perdagangan karbon.
"Jumlah ini setara dengan 86% dari total PLTU batu bara yang beroperasi di Indonesia," kata Hasan Fawzi, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto OJK, Senin (4/9/2023).
Selain sektor pembangkit listrik, perdagangan karbon juga akan diramaikan oleh sektor lain, seperti sektor kehutanan, perkebunan, migas, hingga industri umum.
Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan nilai perdagangan karbon di dalam negeri cukup besar, mencapai US$1 miliar-US$15 miliar per tahun. "Kami berencana meluncurkan bursa karbon pada September 2023."
Bursa karbon memperdagangkan kredit karbon, yakni sertifikat atau izin yang memberikan hak kepada perusahaan, industri, atau negara untuk mengeluarkan 1 ton (1.000 kg) CO 2 atau jumlah yang setara dengan gas rumah kaca (GRK) yang berbeda.
Pasar ini membatasi jumlah total CO 2 yang dapat dikeluarkan, namun tarif emisinya tidak ditentukan sebelumnya. Sebaliknya terjadi pada pajak karbon, yang mana tarif emisi telah ditentukan, namun jumlah total pengurangan emisi tidak ditentukan.
Tarif emisi dan jumlah total pengurangan emisi inilah yang menjadi perbedaan utama antara pajak karbon dan kredit karbon.
Berdasarkan UU HPP, tarif pajak karbon ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan harga karbon di pasar karbon per kg karbon dioksida ekuivalen (COze) atau satuan yang setara.
Dalam hal harga karbon di pasar karbon lebih rendah dari Rp30,00 per kg COze, tarif pajak karbon ditetapkan paling rendah Rp30,00 per kg per COze.
Dengan kata lain, tarif pajak karbon ditetapkan minimal sama atau lebih mahal dari harga sertifikat karbon.
Selain menjadi menjadi instrumen pendorong bursa karbon, pajak karbon juga opsi bagi partisipasi untuk menekan emisi. "Nanti kalau pajak karbonnya enggak ditetapkan, kemudian orang enggak mau membeli sertifikat pengurangan emisi di pajak karbon," ujarnya.
Jadi kapan diterapkan pajak karbon? Suahasil mengatakan, "Kita akan terapkan pajak karbon sejalan dengan roadmap dari pasar karbon kita."
Aman Santosa, Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, memastikan institusinya telah menerbitkan POJK Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon yang menjadi pedoman dan acuan perdagangan karbon.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menjelaskan tahapan pelaksanaan pajak karbon.
Pada 2021, piloting perdagangan karbon di sektor pembangkit oleh Kementerian ESDM dengan harga rata-rata Rp30.000/tCO2e
Pada 2022, penerapan Pajak Karbon (cap & tax) secara terbatas pada PLTU Batubara dengan tarif Rp30.000/tCO2e per 1 April.
Pada 2025, implementasi perdagangan karbon secara penuh melalui bursa karbon, dan perluasan sektor pemajakan pajak karbon dengan pentahapan sesuai dengan kesiapan sektor.
KOMENTAR
Silahkan berikan komentar dengan baikTulis Komentar Anda :
TERPOPULER

-
INDUSTRI MARITIM 4.0
PAL Indonesia Canangkan Gawai IM4
-
KEPEMIMPINAN TEKNOLOGI
Sucofindo Gelar SCIence-Hackfest Dorong Solusi Digital
-
-
LITERASI KEUANGAN
Keuangan Syariah Perlu Digitalisasi
-
TARGET NZE 2060
Pemerintah Susun Revisi Kebijakan Energi Nasional