KINERJA DPR

Evaluasi Kinerja DPR: Puan Jadi Juri Kecantikan & Rapat Tidak Transparan

Ada 6 poin yang disoroti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi).

By | Sabtu, 13 Agustus 2022 17:10 WIB

Ilustrasi.
Ilustrasi.

JAKARTA, BELASTING—Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mengevaluasi kinerja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada masa sidang kelima tahun sidang 2021-2022. Ada 6 poin yang disoroti.

Pertama, Formappi menyoroti Ketua DPR Puan Maharani yang sempat meluangkan waktu menjadi Juri Putri Indonesia 2022 dan menyaksikan ajang balap Formula E di tengah kinerja DPR yang tidak bagus.

"Fakta ini menunjukkan Ketua DPR tidak fokus dalam memperbaiki kinerja DPR yang terseok-seok. Performa DPR seharusnya jadi perhatian utama Pimpinan dari urusan lainnya," kutip laporan evaluasi, Sabtu (13/8/2022).




Kedua, seringnya pimpinan dan anggota DPR melontarkan kritik dan komentar terhadap kinerja pemerintah melalui media.

Meski tak sepenuhnya salah, namun tindakan itu dinilai tak efektif dan cenderung mubazir. Seharusnya kritik tersebut dituangkan dalam rapat DPR yang melibatkan pemerintah.

"Sehingga bisa membuahkan keputusan yang mengikat kedua belah pihak sebagaimana ketentuan Pasal 98 ayat (6) dan Pasal 231 ayat (3) UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MD3," demikian bunyi laporan tersebut.



Ketiga, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) perlu lebih proaktif dalam menangani kasus tindak asusila yang dilakukan oleh anggota DPR. Sikap proaktif itu merupakan bentuk kepedulian MKD terhadap korban.

Dalam laporan evalusi itu dicontohkan, dalam satu kasus dugaan pelecehan yang diduga dilakukan seorang anggota DPR, MKD tampak ingin menghentikan penyelidikan karena korban tak menghadiri pemanggilan.

"Demi kepentingan korban dan juga demi kepentingan penegakan etik, tata beracara MKD semestinya disempurnakan untuk mengakomodasi prosedur baru yang memungkinkan MKD bisa berinisiatif dan proaktif ."

Keempat, Komisi VIII tak transparan karena 9 dari 16 rapat dilakukan tertutup. Fakta ini seolah mengonfirmasi 2 kasus korupsi yang menjerat dua menteri mitra Komisi VIII, Menteri Agama 2009-2014 dan Menteri Sosial.

"Ini menguatkan tenggara bahwa ketertutupan menjadi awal bencana, karena itu di masa mendatang Komisi-komisi perlu lebih transparan lagi."

Kelima, proses pengambilan keputusan di Rapat Paripurna cenderung menjadi formalitas. Bahkan prosedur standar sebelum pengambilan keputusan yang didahului penyampaian pendapat fraksi-fraksi tidak dilakukan.

Selain itu, proses pengetukan palu sebagai tanda sebuah keputusan disepakati Paripurna juga cenderung sesuka hati Pemimpin rapat, tanpa perlu mengonfirmasi sikap anggota DPR yang hadir.

"Dengan demikian proses itu menjadi tak bermakna ketika dilakukan sekedar untuk formalitas saja. Di sisi lain, anggota DPR tetap saja malas menghadiri Rapur."

Terakhir, Formappi mengkritik penambahan Fungsi Diplomasi Parlemen sebagai fungsi keempat DPR setelah legislasi, anggaran, dan pengawasan. Sebab, urusan diplomasi merupakan urusan pemerintah.

Formappi menyayangkan pada periode ini kesibukan DPR dalam menjalankan fungsi Diplomasi seolah-olah mengalahkan tugas dan fungsi pokok mereka di bidang legislasi, anggaran, dan pengawasan.

"Pelaksanaan peran diplomasi yang selama ini dilakukan DPR tak jelas, pun demikian dengan hasilnya. Yang justru diekspresikan dari aktivitas diplomasi ala DPR itu adalah sikap narsis lain dari DPR," ujarnya.

Oleh sebab itu, Formappi mendesak agar DPR kembali fokus dengan fungsi pokok mereka yakni legislasi, anggaran, dan pengawasan. Jangan sampai peran diplomasi DPR mengalahkan ketiga fungsi pokok tersebut.

Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco merespons evaluasi yang disampaikan oleh Formappi. Ia menyebut pihaknya berkomitmen memperbaiki kinerja DPR. "Kami berkomiten memperbaiki kinerja-kinerja DPR," katanya. (Isa)



KOMENTAR

Silahkan berikan komentar dengan baik

Tulis Komentar Anda :