PEMILIH MUDA 2024

Demokrat dan Perindo Dinilai Berhasil Tarik Suara Pemilih Muda

Jumlah pemilih muda pada pemilu 2024 akan mencapai 97,9 juta atau 51% dari total pemilih.

By | Senin, 28 November 2022 19:57 WIB

Jumlah pemilih muda pada pemilu 2024 nanti diperkirakan akan mencapai 97,9 juta jiwa, dan banyak di antaranya baru pertama kali memilih (Foto ilustrasi anak SMU/ist)
Jumlah pemilih muda pada pemilu 2024 nanti diperkirakan akan mencapai 97,9 juta jiwa, dan banyak di antaranya baru pertama kali memilih (Foto ilustrasi anak SMU/ist)

JAKARTA, BELASTING – Partai Demokrat dan Perindo dinilai berhasil relatif berhasil menarik suara para pemilih muda, yaitu generasi milenial dan generasi Z.

Demikian disampaikan Toto Suryaningtyas, peneliti litbang Kompas, dalam diskusi berjudul "Siapa Untung Ambil Ceruk Pemilih Muda pada Pemilu 2024" yang diadakan Lembaga Kajian Opini Publik (LKOP), Senin (28/11/2022).

Toto mendasarkan pada hasil survey yang dilakukan Litbang Kompas.




"Partai Demokrat mendapat 14% [suara pemilih muda], dan Partai Perindo mendapat 4,6%. Angka itu relatif tinggi untuk partai-partai tengah, khususnya untuk Partai Perindo yang relatif baru," katanya.

Sekadar informasi, yang dimaksud pemilih muda di sini adalah generasi milenial dan generasi Z.

Generasi milenial adalah mereka yang lahir antara tahun 1981-1996 atau dengan kata lain berusia sekitar 28-43 tahun.



Sedangkan generasi centennial, atau lebih populer disebut generasi Z, lahir antara tahun 1997-2021 atau sekarang berusia sekitar 12-27 tahun.

Terutama bagi generasi Z, pemilu 2024 akan jadi pemilu pertama bagi mereka.

Populasi kedua generasi ini sangat besar.

Berdasarkan data statistik KPU, jumlah generasi milenial mencapai 30,1 juta dari total 190,5 juta warga yang memiliki hak pilih, atau setara 15,82%.

Jumlah generasi Z lebih besar lagi, mencapai 67,8 juta jiwa atau setara 35,59%.

Bila ditotal, maka jumlah pemilih muda pada pemilu 2024 akan mencapai  97,9 juta jiwa atau setara 51,41% dari total 190,5 juta pemilih.

Ancaman Delegitimasi Pemilu

Besarnya jumlah pemilih muda yang punya hak pilih ini, selain menjadi peluang bagi parta-partai, juga bisa jadi ancaman tersendiri bagi penyelenggaraan pemilu.

Ancaman itu adalah delegitimasi pemilu.

Pembicara lainnya, Komisioner Bawaslu Lolly Suhanty, menjelaskan bahwa dengan suara pemilih muda yang mencapai 50% lebih, dan seandainya pemilih muda ini memutuskan untuk golput, maka pemilu 2024 akan menghadapi masalah legitimasi.

Pemilu akan menghadapi masalah legitimasi bila partisipasi pemilih sangat rendah, karena menunjukkan representasi suara rakyat dalam pemilu hanya secuil.

Karena itu kata Lolly, KPU dan Bawaslu fokus pada program agar pemilih muda tidak golput pada 2024 nanti.

"Kita berharap kelompok [pemilih muda] ini menjadi pemilih muda yang potensial, kritis dan educated," katanya.

Dalam catatan Belasting, berdasarkan data yang dirilis KPU, sejak 2014 jumlah Golput terus berfluktuasi.

Untuk pemilu legislatif (Pileg) misalnya, jumlah golput mencapai 15% (2004), 29,1% (2009), 24% (2014), dan 30,05% (2019).

Sedangkan untuk pemilu presiden (Pilpres), jumlah golput mencapai 23,4% (2004), 28,3% (2009), 30,42% (2014), dan 22,5% (2019).

Partai Berlomba-lomba Menarik Pemilih Muda
Pembicara lain, Tama S. Langkun, Ketua DPP Partai Perindo bidang Hukum dan HAM, mengatakan bahwa saat ini partai politik memang berlomba-lomba menarik pemilih muda.

Partai politik sejalan dengan visi KPU dan Bawaslu bahwa partisipasi pemilih muda harus ditingkatkan.

Bedanya Bila KPU dan Bawaslu hendak menekan angka golput, partai karena ingin memperbesar perolehan suara.

Atas hasil survey Kompas bahwa Perindo mendapat dukungan 4,4% dari kalangan pemilh muda, Tama mengatakan bahwa Perindo memang serius menggarap pasar pemilih muda.

"Beberapa kali kita mengadakan event yang dikhususkan untuk kelompok ini, dan respon mereka antusias," katanya. (bsf)



KOMENTAR

Silahkan berikan komentar dengan baik

Tulis Komentar Anda :