Tunda Kenaikan PPN
SALAH SATU akibat UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang harus ditanggung oleh seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali adalah naiknya tarif pajak pertambahan nilai (PPN) mulai 1 April 2022 sebesar 1% dari 10% menjadi 11%.
Ketentuan itu ada di Bab IV Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pasal 7 ayat (1) UU HPP. Bunyinya: “Tarif pajak pertambahan nilai yaitu a. sebesar 11% yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022; b. sebesar 12% yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.”
Itu berarti, kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% sudah menjadi konsensus nasional. Dengan kata lain, sebetapapun jengkelnya kita pada pembahasan UU HPP yang superkilat hingga memegang rekor sebagai UU yang dibahas paling cepat di DPR, konsensus tersebut harus tetap dihormati.
Namun, tidak berarti kemudian kita serta-merta menjalankan perintah UU tanpa berpikir sama sekali. Justru, di tengah kian meningkatnya intensitas volatility, uncertainty, complexity and ambiguity akibat pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina, kebijakan perpajakan kita harus tetap fleksibel.
Kalau ternyata hal-hal yang sudah disepakati UU HPP diprediksi membawa dampak lebih buruk pada situasi, jalan atau kemungkinan dilakukannya peninjauan ulang atau penundaan harus dibuka. Sebab, salah sedikit saja melangkah, yang menanggung risiko adalah seluruh rakyat Indonesia.
Karena itu, pemerintah harus segera melakukan kajian atas rencana penaikan tarif PPN, dan merilis hasilnya ke publik. Apa dampaknya terhadap inflasi, di tengah fenomena kelangkaan dan kenaikan harga energi, minyak goreng, daging, kedelai, dan bertambahnya permintaan akibat momen puasa.
Ingat, kajian itu harus dilakukan pada bulan ini atau setelah meletus perang Rusia versus Ukraina yang mengerek naik harga berbagai komoditas seperti minyak, mineral, hasil pertambangan, perkebunan, dan seterusnya. Bukan kajian yang dilakukan pada Juli 2021 atau Februari 2022. Ini yang perlu diingat.
Statistik ekonomi bulanan Badan Pusat Statistik yang keluar awal Maret 2022 lalu belum sepenuhnya merekam dampak perang yang mengagetkan itu. Sampai hari ini, kita belum tahu apakah pemerintah sudah melakukan kajian terbaru untuk masalah itu pada bulan ini, atau jangan-jangan malah belum?
Bank Indonesia (BI) sebagai pengelola inflasi juga tidak boleh tinggal diam. BI, yang bisa mengerahkan puluhan doktor untuk melakukan riset seperti ini, harus memberikan rekomendasinya ke pemerintah. Apa yang harus dilakukan saat ini terhadap rencana penaikan tarif PPN, apakah tetap berlanjut, atau ditunda.
Namun, jangan sampai pemerintah mengulang kesalahan yang sama seperti saat menyetujui dana bailout Bank Century usulan BI, yang berbasis data tidak uptodate. Sebab akibatnya, yang dirugikan dari keputusan amatiran seperti itu adalah seluruh rakyat Indonesia.
Pemerintah juga harus mengumumkan dampak penaikan tarif PPN terhadap penerimaan PPN dan situasi makro secara keseluruhan. Bagaimana jika penaikan tarif itu ditunda hingga setelah Lebaran? Apa dampaknya terhadap inflasi sekaligus penerimaan?
Pemerintah harus membuat berbagai skenario dampak penaikan tarif PPN pada 1 April, 1 Mei, 1 Juni dan seterusnya, bukan hanya terpaku dengan kata UU HPP. Pemerintah juga harus jernih melihat apa insentif fiskal yang tersedia yang bisa memitigasi sepenuhnya berbagai risiko akibat kenaikan tarif itu.
Kami berpendapat, kenaikan tarif PPN ini layak ditunda. Sungguh tidak masuk akal berani menaikkan tarif PPN menjelang momentum puasa dan Lebaran, di tengah fenomena berbagai kelangkaan barang akibat pandemi dan perang. Sementara kita tahu, pada saat yang sama akan terjadi kenaikan permintaan.
Pemerintah tentu bisa menunda kenaikan tarif PPN misalnya sampai setelah Lebaran, pada bulan yang biasa terjadi deflasi. Untuk itu, Presiden harus menyiapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu). Dengan perpu itulah kenaikan tarif PPN 1 April 2022 ditunda.
Presiden tidak perlu malu mengoreksi UU yang keliru. Mungkin karena terlalu cepat membahas, mereka yang membahasnya pun lupa, bahwa kenaikan tarif PPN pada 1 April 2022 itu bertepatan dengan momentum puasa—berikut perang Rusia-Ukraina yang tidak terprediksi. (Bsi)
KOMENTAR
Silahkan berikan komentar dengan baikTulis Komentar Anda :
TERPOPULER
-
PERLINDUNGAN KONSUMEN
Berlaku Curang, Tiga Pompa SPBU di Jalur Mudik Kena Segel
-
PABRIK BAJA RINGAN
BLKP Kantongi Izin Fasilitas Gudang Berikat
-
PABRIK COREBOARD PAPER
Indonesia Royal Kantongi Izin Fasilitas Kawasan Berikat