TAJUK PAJAK

Di Balik Akrobat e-SPT

Manajer penerimaan SPT harus punya daftar soal apa yang bisa terjadi, bukan buka-tutup buka-tutup.

By | Kamis, 21 April 2022 16:23 WIB

Ilustrasi.
Ilustrasi.

APA yang terjadi jika Ditjen Pajak (DJP) mendadak berakrobat mengubah-ubah aturan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) melalui aplikasi e-SPT? Kekacauan, kepanikan, kebingungan, dan barangkali juga kekalangkabutan. Itulah yang umumnya dirasakan wajib pajak.

Namun, untuk sebagian yang mengerti apa yang sebenarnya terjadi, mungkin malah tergelak. Seperti seorang konsultan pajak ini, yang Jumat malam (15/4/2022) lalu tiba-tiba mengontak Belasting sambil terkekeh-kekeh dan menginformasikan pembatalan PENG-10/PJ.09/2022.

Itu pengumuman yang memensiunkan secara permanen aplikasi e-SPT mulai 15 April 2022. Namun, selang beberapa jam kemudian, muncul pengumuman baru yang membatalkannya. “Kacau ini DJP, hehehe… kacau banget. Buka tutup, buka tutup kayak botol jin. Kacau hehehe…” katanya.




Dengan pembatalan PENG-10 itu, umur e-SPT akhirnya diperpanjang sampai 30 April 2022, alias batal pensiun selama-lamanya mulai 15 April 2022. Ingat, 30 April 2022 adalah tenggat bagi seluruh wajib pajak badan atau perusaahaan di Indonesia untuk menyampaikan SPT Tahunan kepada DJP.

Akrobat ini, perubahan peraturan secara mendadak menjelang tenggat pelaporan SPT Tahunan bagi wajib pajak badan ini, persis mengulang apa yang terjadi menjelang tenggat pelaporan SPT Tahunan bagi wajib pajak orang pribadi, 31 Maret 2022 lalu.

Saat itu, secara mendadak DJP sekonyong-konyong juga berakrobat dengan menerbitkan PENG-8/PJ.09/2022 tentang Pembukaan Kembali Pelaporan SPT Tahunan melalui Aplikasi e-SPT mulai 28 Maret 2022. Padahal, aplikasi e-SPT sudah ditutup sejak 28 Februari 2022 melalui PENG-5/PJ.09/2022.



Alasannya mulia. Waktu itu disebut untuk menambah opsi saluran pelaporan SPT Tahunan bagi wajib pajak. Aplikasi e-SPT dipandang bisa memberikan kemudahan dan pelayanan yang baik kepada wajib pajak di samping menyediakan e-Form dan e-Filing. Tentu ada banyak alasanlah bisa dicari.

Tapi yang paling pokok, ada banyak kendala bagi wajib pajak saat menyampaikan SPT Tahunan melalui aplikasi e-Form berbasis PDF yang tidak user friendly. Misalnya, mengunduh Adobe Acrobat Reader DC dengan versi 32-bit hingga memastikan agar aplikasi tersebut tidak autoupdate ke versi 64-bit.

Singkatnya, e-SPT yang dibuka sejak 2008 resmi dikubur pada 28 Februari 2022 saat musim pelaporan SPT dimulai. Namun, menjelang tenggat SPT orang pribadi 28 Maret 2022, e-SPT bangkit dari kubur. Pada 15 April 2022, e-SPT dipensiunkan, tapi dalam hitungan jam dihidupkan lagi sampai 30 April 2022.

Protokol Krisis
DALAM keterampilan manajemen yang paling dasar, ada satu istilah lawas yang lumayan terkenal, yakni teknik pengambilan keputusan. Salah satu bagiannya adalah menganalisis persoalan yang mungkin terjadi jika suatu tindakan dilakukan. Ini biasa disebut teknik analisis persoalan potensial.

Karena itu, manajer penerimaan data SPT harus punya daftar soal-soal apa saja yang bisa terjadi. Ia, bersama stafnya, lalu merumuskan tindakan preventif apa yang harus disiapkan. Apabila kegagalan tetap terjadi, tindakan protektif apa yang tersedia, apa sekuensnya. Singkatnya, ada protokol krisisnya.

Adakah analisis dan protokol seperti itu sewaktu DJP merencanakan penerimaan data SPT tahun ini? Kalaupun ada, pasti tidak cukup baik. Barangkali juga karena kontrol dan koordinasinya berantakan. Dengan kata lain, centang-perenang e-SPT ini adalah kasus kegagalan manajemen pelayanan.

Jangan lupa, UU telah memerintahkan DJP untuk memfasilitasi wajib pajak menunaikan kewajibannya dalam sistem self-assessment, di mana negara meminjamkan kewenangannya kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan pajaknya sendiri kepada negara.

Aplikasi e-SPT mungkin memang mau dikubur karena ia tidak terkoneksi dengan aplikasi e-Filing dan e-Form. Jika wajib pajak tahun lalu menggunakan e-SPT untuk melaporkan SPT, maka ketika tahun ini ia mengisi SPT dengan e-Filing dan e-Form, semua data di SPT terdahulu tidak otomatis muncul.

Begitu pula sebaliknya. Jika seseorang atau suatu perusahaan tahun lalu menggunakan aplikasi e-Filing atau e-Form untuk melaporkan SPT, maka ketika tahun ini ia mengisi SPT dengan e-SPT, maka semua data yang ada di SPT terdahulu tidak akan muncul tahun ini.

Kenapa e-SPT tidak terkoneksi dengan e-Filing atau e-Form? Bisa jadi platform awalnya berbeda. Kenapa bisa berbeda? Kenapa perlu ada 3 aplikasi sekaligus untuk mengisi SPT? Kenapa sistem pendukung e-Form tidak user friendly? Kenapa seringkali down? Silakan minta penjelasan ke DJP.

Sebab, ini kegagalan manajemen pelayanan, bukan karikatur keterbelakangan. Kalau karikatur, meski melapisi kebenaran, ia akan mengolok-olok, lebai dan berprasangka: Orang Indonesia tidak efisien, pelan, acak-acakan. Insya Allah, semua gampang diatur—tanpa jelas siapa mengatur apa dan bagaimana. (Bsi)



KOMENTAR

Silahkan berikan komentar dengan baik

Tulis Komentar Anda :