PIDANA PERPAJAKAN

Begini Cara Keluar dari Jerat Pidana Pajak

Asas tersebut bisa diterapkan saat tahap pemeriksaan bukper, penyidikan, dan persidangan.

By | Minggu, 25 September 2022 16:17 WIB

JAKARTA, BELASTING—Ditjen Pajak (DJP) menyatakan wajib pajak yang terjerat tindak pidana di bidang perpajakan dapat memanfaatkan asas ultimum remedium dalam 3 tahap proses hukum.

Fungsional Penyuluh Pajak Dit. P2Humas DJP Giyarso mengatakan asas tersebut dapat diterapkan saat tahap pemeriksaan bukti permulaan (bukper), tahap penyidikan, dan persidangan.

Dia menerangkan pada tahap pemeriksaan bukti permulaan, wajib pajak bisa mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya. Jika sesuai keadaan sebenarnya, maka pemeriksaan dapat dihentikan.




“Ini ultimum remedium dalam tahap pemeriksaan bukper, yaitu dengan membayar pajak terutang dan sanksi, maka pemeriksaan bukper dihentikan dan tidak naik ke penyidikan,” ujarnya, dikutip Minggu (25/9/2022).

Giyarso mengingatkan ada kondisi dan pertimbangan tertentu yang membuat kasus tetap naik ke tingkat penyidikan, walaupun wajib pajak sudah mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya.

Namun, apabila pengungkapan itu diteliti dalam tahap penyidikan dan sudah sesuai keadaan sebenarnya, maka penyidik akan mempertimbangkan penghentian penyidikan.



Giyarso memaparkan ada syarat untuk menghentikan penyidikan sesuai dalam Pasal 44B UU KUP, yakni wajib pajak harus melunasi utang pajak, ditambah denda yang levelnya disesuaikan dengan perbuatan.

Jika wajib pajak melakukan tindak pidana di bidang pajak dengan tidak sengaja seperti yang tertera pada Pasal 38 UU KUP stdtd UU HPP, akan dikenai sanksi denda 1 kali jumlah pajak yang harus dibayar.

Wajib pajak yang sengaja mengemplang pajak seperti dalam Pasal 39, akan dikenai denda 3 kali jumlah pajak yang harus dibayar.

Sementara itu, untuk tindakan pemalsuan faktur pajak seperti Pasal 39A, dikenai sanksi 4 kali dari jumlah pajak dalam faktur pajak tersebut.

Terakhir, Giyarso menuturkan apabila terdakwa sudah menjalani persidangan, asas prinsip ultimum remedium masih tetap bisa digunakan.

Pertama, terdakwa dapat melunasi utang pajak, ditambah sanksi denda 1-3 kali jumlah pajak yang harus dibayar. Kedua, membayar pajak sesuai faktur pajak, serta denda 4 kali jumlah pajak dalam faktur pajak.

“Bukan sidangnya langsung berhenti, tetapi pelunasan tersebut akan menjadi pertimbangan untuk dituntut tanpa disertai penjatuhan pidana penjara,” kata Giyarso. (Isa)



KOMENTAR

Silahkan berikan komentar dengan baik

Tulis Komentar Anda :