HADI POERNOMO:

"Apakah Integrasi NIK dan NPWP Memberikan Efek pada Tax Ratio?"

Perlu ada evaluasi hubungan integrasi NIK dengan NPWP terhadap peningkatan tax ratio.

By | Jum'at, 28 Oktober 2022 14:24 WIB

HADI Poernomo mungkin akan tersenyum senang dengan dinamika perpajakan sekarang. Gagasan pembentukan Single Identity Number (SIN) Pajak yang diusungnya sejak 2001, 21 tahun kemudian, kembali dilirik orang setelah dibunuh Dirjen Pajak Darmin Nasution dan Menkeu Sri Mulyani.

Dalam satu seminar yang digelar di Universitas Gunadharma pekan lalu, Hadi meminta Ditjen Pajak (DJP) melakukan evaluasi atas hubungan integrasi NIK dengan NPWP terhadap peningkatan tax ratio atau rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB).

 




“Kita boleh mengajukan pertanyaan kritis, apakah integrasi NIK dan NPWP akan memberikan efek pada peningkatan tax ratio dan penerimaan negara?” ujarnya, Kamis (20/10/2022).

Hadi, pemegang rekor tax ratio tertinggi ini, mengutarakan program reformasi perpajakan seperti integrasi NIK dan NPWP memang perlu didukung. Hanya saja, implementasi kebijakan yang DJP lakukan diharapkan mampu meningkatkan angka tax ratio Indonesia yang masih rendah.

Sebagai informasi, tax ratio merupakan indikator kunci menilai kinerja penerimaan pajak suatu negara. Tax ratio merupakan perbandingan penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Adapun tax ratio Indonesia konsisten mengalami penurunan dalam 10 tahun terakhir.



Mengenai SIN Pajak sendiri, Hadi mengatakan SIN Pajak sudah ada dalam cetak biru atau blue print kebijakan jangka panjang DJP. Dokumen itu berisi kerangka kebijakan, regulasi, visi, misi dan tujuan telah disusun pada periode 2001-2010.

Hadi meyakini SIN Pajak berguna untuk meningkatkan tax ratio sampai memberantas korupsi. Selain itu, tujuan akhir dari penerapan SIN Pajak adalah mencapai kehidupan berbangsa yang sejahtera. “Indonesia sejahtera itu ada 3 hal intinya, penerimaan negara yang naik, yang tinggi, korupsi kecil, kredit macet kecil,” ujarnya.

Hadi menjelaskan SIN mengintegrasikan semua data untuk dipegang DJP. Adapun payung hukum yang mendasari SIN mencakup Pasal 35a UU KUP, UU No.11/2016 tentang Tax Amnesty, dan UU No.9/2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan.

Hadi menuturkan semua pihak lain wajib menyerahkan data informasi ke DJP. Dirjen Pajak memiliki wewenang untuk meminta data tambahan dan pihak-pihak yang tidak memberikannya dapat dipidana. Dengan begitu, kondisi keterbukaan itu memaksa orang-orang, perusahaan, perbankan, bahkan jajaran pemerintah untuk jujur.

Jujur untuk memberi data, informasi, laporan keuangan, SPT Tahunan. “Kalau sudah terpaksa jujur, tentu tax ratio naik. Kalau tax ratio naik, pasti penerimaan negara naik, kredit macet kurang, korupsi kurang. Apa terbitnya? Ya, Indonesia sejahtera,” ungkap Hadi. (Isa)



KOMENTAR

Silahkan berikan komentar dengan baik

Tulis Komentar Anda :