PENGAWASAN INTERNAL

Mengukur Kinerja Pengawasan BPKP Genjot Pendapatan Negara

BPKP ikut jalankan fungsi pengawasan untuk tingkatkan setoran ke kas negara

By | Senin, 15 Mei 2023 11:18 WIB

ilustrasi (foto: istimewa)
ilustrasi (foto: istimewa)

JAKARTA, BELASTING - Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ikut berkontribusi pada peningkatan pendapatan negara secara rutin setiap tahun.

Berdasarkan hasil pengawasan tahun 2022, BPKP mengeklaim telah berkontribusi pada peningkatan ruang fiskal sebesar Rp117.825.368.995.868,00 [Rp117,8 triliun] atau mencapai 278,61% dibandingkan target tahun 2022 sebesar Rp42.289.994.000.000,00 [Rp42,2 triliun].

Hasil tersebut dicapai melalui kegiatan-kegiatan yang menyasar optimalisasi penerimaan negara/ daerah, penyelenggaraan belanja yang efektif dan efisien, serta penyelamatan uang negara dari tindak kecurangan.




Pos peningkatan pendapatan negara yang berasal dari pengawasan BPKP terdiri dari penerimaan perpajakan pemerintah pusat. Lalu, pengawasan dalam administrasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan pendapatan asli daerah (PAD) yang dikelola oleh pemerintah daerah pada level provinsi dan kabupaten/kota.

Pada tahun lalu, pengawasan BPKP terhadap akuntabilitas keuangan negara dan daerah mencapai Rp4,5 triliun. Realisasi nilai potensi penerimaan negara atau daerah yang terkumpul via pengawasan BPKP mengalami peningkatan sejumlah Rp650,7 miliar dibandingkan kinerja pada tahun anggaran 2021 yang sejumlah Rp3,8 triliun.

Laporan Kinerja (Lakin) BPKP 2022 menjabarkan target peningkatan pendapatan negara atau daerah melalui pengawasan hanya ditetapkan senilai Rp2,1 triliun. Dengan demikian, realisasi kinerja mencapai 213% dari target yang ditetapkan.



Secara terperinci, jenis penerimaan yang meningkat dari sektor perpajakan yang dikelola oleh Ditjen Pajak (DJP) dan Ditjen Bea Cukai (DJBC) Kemenkeu dengan adanya pengawasan BPKP pada tahun lalu mencapai Rp221,4 miliar.

Nilai optimalisasi penerimaan negara dari sektor pajak berdasarkan jumlah kurang bayar atas penerimaan yang sudah disetor oleh wajib pajak dan pengguna jasa kepabeanan/cukai. Untuk penerimaan pajak atau bea cukai berdasarkan surat ketetapan yang telah terbit dan dilunasi oleh wajib pajak.

Pengawasan BPKP terhadap kinerja DJP dan DJBC Kemenkeu pada tahun lalu yang menghasilkan tambahan setoran Rp221,4 miliar hanya pada pemeriksaan terhadap wajib pajak atau pengguna jasa kepabeanan strategis.

Ratusan miliar tambahan kinerja setoran DJP dan DJBC hanya berasal dari proses bisnis pemeriksaan atau audit kewajiban pajak atau kepabeanan pada 5 perusahaan.

Selanjutnya, nilai optimalisasi PNBP hasil pengawasan BPKP pada tahun lalu mencapai Rp3,08 triliun. Sekali lagi, tambahan setoran PNBP hanya dilakukan auditor internal pemerintah pada lingkup terbatas.

Realiasasi tambahan PNBP Rp3,08 trilun berasal dari kegiatan audit terhadap ketaatan pemenuhan kewajiban PNBP pada sektor pertambangan dan komunikasi.

Lalu, optimaliasi PAD dengan hadirnya pengawasan BPKP mencatat angka sejumlah Rp1,1 triliun. Penerimaan PAD merupakan kontribusi 34 perwakilan BPKP atas evaluasi optimalisasi PAD yang bersumber dari pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) yang diadministrasikan oleh pemprov, pemkab dan pemkot.

Kinerja ciamik BPKP dalam menambah pundi-pundi ke kas negara dan daerah pada tahun lalu tidak lepas dari berbagai faktor yang menyertai. Faktor tersebut antara lain sinergi dengan kementerian/lembaga.

 

BPKP berkolaborasi secara intens dengan Kementerian ESDM dalam kegiatan pemeriksaan PNBP Sektor Pertambangan. Lalu, kerja sama dengan pemda dalam pengawasan tindak lanjut hasil evaluasi terhadap wajib pajak daerah dan wajib retribusi daerah. BPKP juga memberikan fasilitasi bimbingan teknis kepada Pemda dalam penyusunan potensi PAD dan kegiatan pemeriksanaan lainnya.

Namun demikian, melonjaknya kinerja pengawasan BPKP dalam optimalisasi pendapatan negara dan daerah tidak menjadi basis baru dalam menetapkan kerja pada 2023 dan 2024.

BPKP masih menetapkan target moderat terhadap fungsi pengawasan dalam menambah pendapatan negara dan PAD ke kas pemda. Hal tersebut menjadi cara agar indikator kinerja utama terpenuhi.

Pada 2020 misalnya, target optimalisasi ditetapkan Rp368 miliar. Kemudian hasil kinerja BPKP mengawal akuntabilitas keuangan negara tercapai Rp469 miliar.

Kemudian tahun fiskal 2021, target ditetapkan sejumlah Rp2,2 triliun. Hasil realisasi optimalisasi mencapai Rp3,8 triliun.

Tahun lalu, target relatif bergeser sedikit dengan nilai Rp2,1 triliun. Realisasi optimalisasi pendapatan dalam APBN dan APBD mampu mencapai Rp4,5 triliun.

Jika mengacu pada Renstra BPKP 2020-2024, target optimalisasi pada tahun ini hanya Rp690 miliar. Kemudian mencapai Rp828 miliar pada tahun fiskal 2024.

Selain itu, perlu dicatat bahwa kinerja pengawasan BPKP dalam optimalisasi pendapatan menitikberatkan pada pungutan non-perpajakan dan PAD. Padahal tulang punggung keuangan negara berada pada sektor perpajakan.

Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai Kemenkeu menjadi penopang utama keuangan negara. Setiap tahunnya, porsi penerimaan pajak, kepabeanan serta cukai selalu diatas 70% dari total nilai APBN.

Pada tahun lalu, BPKP ikut campur urusan pajak plus bea cukai pada pemeriksaan terhadap 5 perusahaan, dari kelima entitas usaha itu saja bisa didapat tambahan setoran hingga Rp221,4 miliar.

Sebagai catatan, realisasi penerimaan perpajakan dalam APBN Sementara 2022 yang belum diaudit oleh BPK RI mencapai Rp2.034,54 triliun. Kombinasi kinerja DJP dan DJBC memenuhi 114,04% terhadap target yang ditetapkan dalam Perpres No.98/2022 sejumlah Rp1.783,99 triliun.

Penerimaan perpajakan pada tahun lalu tumbuh dobel digit sebesar 31,44% dibandingkan APBN 2021.

Ditjen Pajak pada tahun lalu mengumpulkan Rp1.716,76 triliun atau 115,61% terhadap target Perpres No.98/2022 yang ditetapkan senilai Rp1.484,96 triliun.

Sedangkan Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu pada tahun lalu mengumpulkan Rp317,78 triliun atau 106,27% terhadap target 2022 yang senilai Rp299,03 triliun.

Berkaca pada angka tersebut, maka kinerja BPKP bukan hal yang luar biasa. Cakupan pengawasan terhadap pajak dan bea cukai dalam skala super minimal.

Dari realiasasi penerimaan perpajakan Rp2.034,54 triliun. Peran pengawasan BPKP dalam menambah penerimaan 'hanya' Rp221,4 miliar atau berkisar 0,010%.

Jadi, tentu kita berharap lebih banyak tangan auditor internal pemerintah yang ikut mengurusi urusan perpajakan sebagai pilar kunci keuangan negara.

Toh, Kementerian Keuangan sering mengakatan kepada publik, sangat terbuka melakukan kerja sama dengan K/L dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Maka, sudah saatnya BPKP bisa lebih aktif melakukan pengawasan terhadap proses akuntabilitas pengelolaan keuangan, khususnya dalam optimalisasi pendapatan.

Skema kerja sama seperti itu, bukan barang baru bagi Kementerian Keuangan. Dalam 3-4 tahun terakhir sudah dirintis mekanisme kerja lintas unit kerja di internal Kemenkeu.

Salah satunya, adalah joint audit antara DJP dan DJBC, yang kemudian diperluas dengan Ditjen Anggaran Kemenkeu sebagai pengampu administrasi pungutan PNBP. Sehingga apa salahnya untuk memperluas cakupan kerja sama dengan lembaga lain di luar Kemenkeu. (das)

 



KOMENTAR

Silahkan berikan komentar dengan baik

Tulis Komentar Anda :