PAJAK DALAM ISLAM

Benarkah Nahdlatul Ulama Pernah Memfatwakan Tidak Wajib Bayar Pajak?

Syariat Islam pada dasarnya tidak mengenal kewajiban berupa pajak.

By | Senin, 27 Maret 2023 22:19 WIB

Bendera Nahdlatul Ulama (Foto ilustrasi/net).
Bendera Nahdlatul Ulama (Foto ilustrasi/net).

JAKARTA, BELASTING -- Mantan ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siradj sempat melontarkan pernyataan menarik terkait kasus Rafael Alun Trisambodo dan fenomena pamer harta oleh pejabat lainnya.

Menurut Said, Nahdlatul Ulama (NU) pernah memfatwakan bila uang pajak diselewengkan, maka warga NU tidak usah bayar pajak.

Ini disampaikan Said di RS Mayapada, Jakarta, Selasa (28/2/2022).




"Ketika saya jadi Ketum PBNU tahun 2012, September, munas ulama di Pesantren Cirebon, waktu itu baru ada kejadian Gayus Tambunan.  Keputusan para kiai, bahwa kalau uang pajak diselewengkan, NU akan ambil sikap tegas: warga NU tidak usah bayar pajak," katanya,

Penegasan serupa diulang kali oleh Said ketika mengisi ceramah di peringatan Isra Miraj Nabi Muhammad SAW di kediaman H. Zaenal Muttaqin di di Cirebon, Rabu lalu (15/3/2022).

"Mereka pamer harta, motor gede. Kita belanja di minimarket saja beli sesuatu pas bayar ada pajaknya. Ini malah dikorupsi. Kalau begitu, ngga usah bayar pajak kalau pejabatnya masih korupsi. Kecuali tidak dikorupsi, ayo kita taat bayar pajak," katanya.



Lantas, benarkah NU pernah memfatwakan tidak wajib bayar pajak?

Tidak sulit untuk mengecek, karena hasil bahtsul masail (pembahasan masalah) di Musyawarah Nasional (Munas) dan Konferensi Besar (Konbes) NU lazimnya dibukukan.

Membaca Buku Hasil Munas dan Konbes NU 2012, pajak memang salah satu topik yang dibahas di bahtsul masail.

Di bab III bertema "Pajak dalam Perspektif Islam" poin 4 misalnya dinyatakan.

"Ketika pajak tidak dikelola dengan amanah dan/atau tidak digunakan untuk kemaslahatan rakyat, maka pemerintah telah kehilangan legitimasi keagamaan dalam memungut pajak dari rakyatnya" (hal. 9)

 

Selanjutnya di bab "Pembayaran Pajak" hal 52-53, dirumuskan masalah sebagai berikut:

Pertanyaan.
1. Bagaimana hukum pembayaran pajak di Indonesia?
2. Apakah wajib tetap membayar pajak ketika dana pajak banyak digelapkan dan diselewengkan?

Jawaban.
1. Pada dasarnya tidak ada kewajiban pembayaran pajak dalam syariat Islam. Namun pembayaran pajak boleh diberlakukan bagi rakyat yang mampu untuk kemaslahatan rakyat apabila sumber-sumber dana non-pajak yang telah dikelola dengan benar tidak mencukupi untuk kebutuhan negara.

2. Adapun pembayaran pajak yang dikenakan kepada rakyat miskin adalah haram. Sedangkan pengenaan pajak yang telah dilakukan secara berlebihan dan memberatkan rakyat wajib dikurangi jenis-jenisnya, dan diturunkan besaran nilainya.

3. Apabila pemerintah telah mewajibkan pembayaran pajak secara benar, akan tetapi dana pajak banyak digelapkan dan diselewengkan, maka hukum pembayaran pajak tetap wajib. Sedangkan penyelewengan dana pajak wajib segera diberantas dan pelakunya ditindak tegas.

Rekomendasi.
1. Pemerintah harus segera mengurangi di antara berbagai jenis wajib pajak, dan menurunkan tingginya nilai pembayaran yang memberatkan rakyat.

2. Jika pemerintah tidak sungguh-sungguh memberantas penggelapan dan penyelewengan dana pajak, maka kewajiban pembayaran pajak oleh pemerintah wajib ditinjau ulang.

(Sumber: Buku Hasil Keputusan Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2012, diterbitkan oleh LTN PBNU, 2012).

Dengan demikian jelas.

Pada dasarnya syariat Islam tidak mengenal kewajiban pembayaran pajak. Pajak juga haram dikenakan pada warga miskin. Pajak hanya dikenakan pada warga yang mampu.

Bagi yang mampu, membayar pajak tetap wajib sebagai bentuk ketaatan kepada pemerintah.

Tapi bila pemerintah tidak sungguh-sungguh memberantas penggelapan dana pajak, maka kewajiban itu tidak lagi berlaku. (bsf)



KOMENTAR

Silahkan berikan komentar dengan baik

Tulis Komentar Anda :